Beranda > fanfiction, oneshot, whyenda_arinka > [Oneshot] The Family

[Oneshot] The Family

Title : The Family
Length : Oneshot
Rating : G
Genre : Slight Angst, Family, Friendship, Comedy, Slight Romantic
Casts : SNSD Jessica Jung, F(x) Krystal Jung, Mrs. Jung, Super Junior Lee Donghae

Disclaimer : I own nothing but this story. All casts belongs to their self and God.

a/n : well, ini satu-satunya oneshot panjang yang pernah kubuat(kurasa XD). Bener2 boring bacanya. Siap2 ngantuk deh. Hhe XD banyak HaeSica-nya sih (maklum, Ice Fishies XD). Semua POVnya si Author sableng yang sok tau. Hehehe XDD

==========
Sore itu, sebuah gundukan tanah yang masih basah dikelilingi oleh beberapa orang. Rintik-rintik air gerimis yang turun, mewarnai suasana duka yang menyelimuti kepergian Mr. Jung, kepala keluarga Jung. Banyak orang yang merasa kehilangan atas kepergian Mr. Jung. Tidak terkecuali istri dan kedua anak perempuannya yang setia berdiri di samping nisannya dengan air mata berderai.

Di sisi kanan nisan, seorang gadis berumur sekitar 15 tahun menangis tersedu-sedu dalam pelukan seorang wanita paruh baya, ibunya, Mrs. Jung, yang juga tersedu sedan akan kematian sang suami. Gadis itu adalah Krystal Jung, putri bungsu keluarga Jung. Matanya yang bulat berwarna merah dengan kelopak mata yang terlihat sembab. Entah sudah berapa banyak air mata yang gadis itu keluarkan.

Sedang di sisi kiri, seorang gadis berumur sekitar 18 tahun dengan perban di kepalanya, berdiri mematung menatap gundukan tanah di depannya dengan tatapan tak percaya. Tidak ada air mata yang membasahi pipinya, namun sorot matanya memancarkan kehilangan serta duka yang amat mendalam. Jelas terasa kehilangan darinya, dari anak sulung keluarga Jung. Jessica Jung.

Beberapa orang mulai beranjak meninggalkan pemakaman. Mereka mengucapkan rasa bela sungkawa yang dalam pada keluarga Jung yang tersisa. Namun begitu, tidaklah membuat salah satu dari keluarga Jung beranjak meninggalkan pemakaman hingga hanya mereka yang tersisa dengan seorang pemuda berusia 19 tahun yang berdiri sekitar satu meter jauhnya dari Jessica.

“Krystal, ayo nak kita pulang,” ajak Mrs. Jung kemudian.

Wanita paruh baya itu menarik anak keduanya untuk meninggalkan pemakaman bersamanya. Dan dengan rasa enggan, Krystal berjalan meninggalkan tempat peristirahatan terakhir sang ayah. Air mata masih membanjiri kedua pipinya.

Jessica hanya menatap nanar pada anggota keluarganya yang tersisa. Ibunya mendiamkannya pasca hari terakhir jantung sang ayah berdetak. Ibunya menganggapnya egois untuk hal yang ia anggap tidak masuk akal. Hanya karena ia yang berada di samping sang ayah ketika beliau menghembuskan nafas yang terakhir. Sang ibu menyalahkannya untuk tidak mencari bantuan. Siapa yang bisa berpikir dengan jernih dalam keadaan kalut karena mengalami kecelakaan? Ia bahkan sempat tidak memperdulikan keadaannya ketika mengetahui kondisi sang ayah sampai akhirnya ia kehilangan kesadarannya sendiri.

Sedang sang adik, Krystal, terlalu sibuk dengan kesedihannya sendiri. Bahkan sang ibu selalu menyuruhnya untuk menenangkan Krystal karena ia adalah anak tertua dan ia seharusnya bisa memberi Krystal contoh untuk tegar. Hal itu tentu membuatnya tertekan hingga akhirnya seperti inilah ia, hanya berdiri mematung tanpa setetes pun air mata yang keluar dengan tatapan yang kosong dan hampa.

“Sica,” panggil seseorang lirih.

Gadis itu menoleh dan mendapati seorang pria yang lebih tua setahun darinya, berdiri di belakangnya. Pria itu menariknya dalam pelukannya yang hangat dan menentramkan hatinya.

“Donghae..” suaranya pecah seiring dengan air matanya yang tumpah dalam pelukan pria bernama Donghae itu.

Donghae mengeratkan pelukannya, mencoba menenangkan gadis itu. Tangannya mengelus punggung Jessica lembut, seolah gadis itu terbuat dari sebuah kaca bening yang mudah pecah. Ia seolah merasakan rasa pedih dan tertekan gadis itu. Dikecupnya puncak kepala gadis itu sayang.

“Sssh~ tabah, Sica,” gumamnya.

Tangis Jessica semakin menjadi dalam pelukan Donghae seiring gerimis yang kini mulai menjadi hujan yang deras. Bahunya bergetar hebat, menahan isakan keluar dari mulutnya, membuat hati Donghae semakin pilu. Jessica menangis dalam pelukannya, ia bisa merasakannya, namun ia tak mendengar adanya isakan yang keluar dari bibir gadis itu.

*

“Jessica Jung!” panggil seorang wanita ketika gadis itu baru saja menutup pintu rumahnya dalam keadaan baju basah kuyup, “Seingatku, aku tidak pernah mengajarkanmu pergi hingga larut malam juga dengan baju basah seperti itu. Bahkan ayahmu pun tidak pernah mengajarkanmu seperti ini,” lanjut wanita itu dengan nada sarkastik, membuat Jessica mematung.

Ingin sekali gadis itu menangis, berteriak, menumpahkan segala kesedihannya, mengatakan bahwa ia berada di pemakaman sang ayah. Menangis seharian penuh di sana. Namun yang ia lakukan justru menatap wanita itu, ibunya, dan berlalu meninggalkannya menuju kamarnya. Meninggalkan ibunya yang kemudian meneriakkan namanya beserta kriktikannya berulang kali.

Gadis itu menutup rapat pintu kamarnya dan menguncinya. Ia menyandarkan punggungnya pada pintu kamarnya. Ia menghela nafas panjang seolah beban yang sangat berat tengah ia tanggung sendirian. Matanya terpejam rapat, seakan ia ingin melupakan kesedihan yang ditanggungnya. Seolah ia ingin sekali pergi menjauh dari segala kenyataan yang ada.

Tuk. Tuk. Tuk.

Pintu kaca di seberangnya yang tertutup tirai berwarna biru langit, diketuk seseorang. Kedua kelopak matanya yang indah terbuka dengan tatapan tajam menyelidik. Ia kembali menghembuskan nafas panjang lalu melangkah menuju pintu kaca di kamarnya yang menghubungkan kamarnya dengan balkon. Disibaknya tirai yang menutupi kaca itu dan mendapati Donghae berdiri di sana. Ia tersenyum kecil yang dipaksakan.

Ia meraih gagang pintu kaca tersebut dan menggesernya untuk memberi celah agar pria itu bisa masuk ke dalam kamarnya. Gadis itu sudah terbiasa dengan hal gila yang dilakukan pria di hadapannya itu. Donghae, sahabatnya sejak kecil, selalu melewati balkon kamarnya yang memang hanya berjarak sekitar dua meter dari balkon kamar pria itu, untuk menemuinya.

“Feeling better?” tanya pria itu setelah berjengit menutup pintu kaca kamar Jessica.

Jessica menaikkan sebelah alisnya sebelum menjawab dengan nada sarkastik, “Feeling better? With all over my body totally wet? Are you crazy?”

Pria itu terkekeh geli lalu berjalan menuju sebuah lemari yang terletak di samping pintu menuju kamar mandi. Seakan ialah pemilik lemari itu, ia membuka pintunya dan meraih sebuah handuk berwarna biru laut kesukaannya. Dengan cekatan, ia menghampiri Jessica yang menggigil kedinginan dan menyelimuti gadis itu.

“Mandilah. Kau bisa sakit nanti,” ucapnya lembut.

Seolah tersihir, gadis itu segera memasuki kamar mandi yang terletak di dalam kamarnya. Donghae beranjak menuju kasur Jessica dan duduk di tepinya. Di samping kasur gadis itu, ada sebuah napkin yang berisi lampu tidur dan dua buah frame. Frame berwarna putih berisi foto Jessica dengan Krystal dan almarhum ayah mereka, sedang frame biru berisi fotonya, Jessica, dan almarhum ayah Jessica. Ia tahu betapa gadis itu menyayangi ayahnya. Serta betapa Jessica sangat kehilangan atas kepergian sang ayah.

Lama Donghae memandangi kedua foto itu hingga akhirnya pintu kamar mandi terbuka dan muncullah Jessica dengan piyama tidur kesukaan gadis itu. Ia menatap Donghae yang tengah memandangi kedua foto yang ia pajang di napkin samping kasurnya. Ia berjalan dan duduk tepat di samping Donghae.

“Do you miss him?” tanyanya pelan.

Donghae menoleh menatap Jessica yang kini juga memandangi kedua foto itu. Ia menangkap tatapan rindu dan kehilangan di mata gadis itu.

“A lot,” jawabnya lirih.

Jessica beralih menatap Donghae yang masih menatapnya. Ia mengedikkan kedua bahunya.

“I’m here,” gumam Donghae.

“I know,”

Donghae menarik Jessica dalam pelukannya dan membenamkan gadis itu dalam dada bidangnya. Ia sangat mengerti bagaimana rasanya kehilangan karena ia pernah merasakannya ketika seumuran dengan Krystal. Merasakan kehilangan seorang ayah yang sangat berarti baginya. Sama seperti Jessica. Hanya satu hal yang memebedakannya dengan Jessica. Ia bisa meluapkan emosi kesedihannya sesuka hatinya, tapi Jessica? Gadis itu, selalu sulit dimengerti oleh orang lain kecuali almarhum ayahnya, dirinya, dan Krystal. Ia bahkan tidak mengerti mengapa ibu gadis itu tidak bisa mengertinya seperti ia mengerti gadis itu.

“I have something to tell,” gumam Jessica dalam pelukan Donghae.

“Tell me then,”

Jessica melepaskan dirinya dari pelukan Donghae lalu menatap pria itu. Ia duduk bersila di kasurnya menghadap Donghae, begitu pula dengan Donghae.

“She’s not my mother,” mulainya pelan membuat Donghae menaikkan sebelah alisnya.

“Elaborate,” pinta Donghae.

Jessica menarik nafas dalam sebelum akhirnya memberi penjelasan, “Ibuku, meninggal ketika melahirkanku. Saat aku berumur 2 tahun, ayah menikah lagi, lalu mereka memiliki seorang anak, Krystal,”

Hening menyelimuti mereka. Donghae menatap Jessica dengan tatapan tidak percaya. Selama ia mengenal Jessica, baru sekarang ia mengetahui cerita ini. Otaknya tengah mencerna segalanya sekarang. Mengapa Mrs. Jung selama ini sedikit menganak tirikan Jessica, mengapa Mrs. Jung lebih menyayangi Krystal, serta mengapa Mrs. Jung tidak bisa mengerti Jessica seperti ia mengerti gadis itu seakan Jessica adalah separuh dirinya.

Ketika pria itu sadar dari kenangannya saat ia pertama mengenal Jessica hingga saat ini serta kenyataan bahwa gadis itu sekarang adalah gadis yatim piatu, ia kembali menatap gadis di hadapannya itu. Air matanya menggenang di pelupuk matanya, lelehan air mata siap meluncur menuruni kedua pipinya yang halus. Donghae merasa dadanya sesak. Ia kembali menarik Jessica dalam pelukannya tepat ketika air mata gadis itu kembali turun dari kedua matanya. Kini, ia pun ikut menangis bersama gadis itu.

Lama mereka menangis dalam keadaan saling berpelukan hingga akhirnya Jessica tertidur dalam pelukan Donghae. Dengan hati-hati, Donghae membaringkan Jessica di kasurnya. Gadis itu kelelahan menangis, matanya sembab serta hidungnya memerah. Diselimutinya Jessica lalu menatap gadis itu lama. Ia bisa merasakan pandangannya kabur oleh air mata. Segera ia menengadahkan kepalanya lalu menghapus air matanya.

“Good night, little princess,” gumamnya pelan lalu mengecup kening Jessica.

Baginya, Jessica masihlah seorang gadis kecil yang kekurangan kasih sayang. Dan kenyataannya, Jessica adalah seorang gadis yang kini kehilangan kasih sayang.

Baru saja Donghae beranjak dari kasur Jessica, sebuah tangan menahan pergelangan tangannya, membuatnya berbalik dan mendapati tangan Jessica menahannya. Kedua mata gadis itu terbuka.

“Don’t leave me,” pintanya dengan tatapan memohon.

Donghae mengangguk lalu duduk di samping gadis itu dan ikut membaringkan tubuhnya dibalik selimut sementara Jessica memberinya sedikit ruang. Ia berbalik menatap Jessica lalu memeluknya, begitu pula dengan Jessica.

“I’m here, and I will never go of you,” bisiknya pada Jessica sebelum akhirnya menutup kedua matanya.

*

Donghae mulai terbangun ketika ia merasakan sinar mentari pagi menerobos masuk melewati celah kelopak matanya, namun ia enggan membukan kedua matanya. Ia justru meraba kasur kosong di sampingnya yang membuatnya membuka kedua matanya dan mendapati sosok Jessica sudah tidak ada di sampingnya. Dengan sedikit malas, ia berbalik dan berbaring terlentang yang langsung disambut silaunya matahari pagi. Ia mengerang lalu menutup kedua matanya menggunakan tangannya.

“Wake up, boy!” seru suara seseorang.

Donghae kembali mengerang ketika merasakan kakiknya diguncang lembut oleh seseorang yang ia yakini Jessica Jung.

“Five minutes again,” erangnya lalu kembali berbaring memunggungi Jessica dan sinar matahari yang menyilaukannya.

“Up to you. Oh ya, sebentar lagi, noonamu akan masuk ke kamarmu dan membangunkanmu–”

Belum selesai Jessica mengingatkan, Donghae segera terlonjak dari kasur gadis itu dan berlari keluar lalu memanjat ke balkonnya sendiri. Jessica terkikik geli melihat tingkah Donghae lalu memandangi Donghae yang sibuk memasuki kamarnya sendiri.

Tepat ketika Donghae akan menutup pintu balkonnya, pintu kamarnya sendiri terbuka dan masuklah seorang wanita berumur sekitar 26 tahun.

“Do–”

“Morning, noona,” sapa Donghae kaku memotong ucapan kakak iparnya.

Wanita itu menaikkan sebelah alisnya melihat Donghae telah bangun. Ia sedikit melongokkan kepalanya untuk melihat ke belakang Donghae dan mendapati Jessica tengah melambai padanya di rumah seberang dengan senyum lebar. Wanita itu mengangguk paham dengan senyum yang sama lebarnya dengan senyum Jessica.

“I see,” gumamnya.

“Well.. don’t tell hyung or eomma, please, noona,” mohon Donghae.

Wanita itu terkikik, “Tanpa harus aku menceritakannya, eommanim dan Donghwa sudah mengetahuinya kok,” ucapnya kemudian berlalu dari kamar Donghae, meninggalkan sang pemilik kamar yang terbengong kaget.

“Hey, Donghae! Kita hampir terlambat!” seru Jessica dari seberang mengagetkannya.

Dengan kesal, Donghae berjalan menuju pintu kaca menuju balkonnya, “Shut up!” serunya kemudian membanting pintu kaca tersebut hingga tertutup.

Jessica tertawa terpingkal-pingkal melihat respons Donghae lalu kembali melanjutkan aktifitas bersiap-siapnya yang sempat tertunda.

*

Krystal tengah menyantap sarapannya dalam diam begitu pula dengan ibunya. Suasana kaku sangat kentara sekali dalam ruang makan itu.

“Eomma,” panggil Krystal pelan.

“Ne?”

“Eomma masih marah pada unnie?”

“Memang kenapa?”

“Eomma, keadaan unnie kemarin kan–”

“Tapi unniemu tega, Krystal,”

“Eomma, tolong dengarkan unnie dulu. Eomma bahkan tidak mau mendengar penjelasan unnie, kenapa eomma langsung menjudge unnie seperti itu!?”

“Krystal–”

“Eomma egois! Seharusnya eomma dengerin penjelasan unnie! Bukan berarti unnie bukan anak kandung eomma, eomma seperti itu! Appa menikah dengan eomma dengan harapan unnie bisa merasakan kasih sayang seorang eomma seperti anak-anak yang lain!” seru Krystal emosi.

Gadis itu bangkit dari duduknya dan pergi meninggalkan sang eomma yang kini berpikir keras. Di benaknya, muncul berbagai pertanyaan. Benarkah ia keterlaluan pada Jessica? Apa benar ia yang egois? Apa salah ia merasa kehilangan suami yang ia cintai?

Pikirannya buyar ketika mendengar derap langkah seseorang menuruni tangga yang memang terletak tak jauh dari meja makan. Jessica menuruni tangga dengan langkah terburu-buru. Ia menatap gadis yang ia asuh selama kurang lebih 16 tahun ini walau ia sadari, terkadang ia tidak benar-benar tulus mengasuhnya.

“Aku berangkat, eomma,” ucap gadis itu pelan sebelum akhirnya pergi menuju ruang tamu dan berangkat ke sekolahnya.

Wanita itu terus menatap tempat di mana gadis itu menghilang dari pandangannya. Tiba-tiba, terselip rasa bersalah dalam hatinya. Selama ini, ia selalu pilih kasih antara Krystal dan Jessica. Walau begitu, Jessica tetap menganggapnya ada. Jessica tetap menghormatinya sebagai seorang eomma. Jessica tetap bersikap sopan padanya. Bahkan Jessica tetap menyayanginya. Setiap tahun, ia masih mendapatkan hadiah dari gadis itu di hari ulang tahunnya. Tapi ia? Ia tidak pernah menganggap Jessica ada. Ia bahkan hampir selalu melupakan keeksistensian gadis itu. Ia menghela nafas. Setega itu kah ia pada anak semata wayang almarhum suaminya?

*

Donghae sibuk menyusuri sekolahnya yang terbilang luas. Hampir di setiap sudut yang ia susuri, ia tidak menemukan Jessica. Di kelas, di kantin, di ruang musik, ia tidak menemukan tanda-tanda keberadaan gadis itu. Memang ia tidak bisa menyusuri toilet perempuan, tapi mana mungkin Jessica berlama-lama di toilet.

Ia hampir saja putus asa menemukan Jessica ketika ia teringat sebuah tempat yang belum ia susuri, atap sekolah. Dengan langkah tergesa-gesa, ia menaiki tangga menuju atap sekolah. Ia bahkan melompati beberapa anak tangga sekaligus agar segera sampai.

“Jessica!”

Donghae membuka pintu menuju atap sekolah dengan sedikit kasar dan menemukan seorang gadis dengan rambut berwarna coklat duduk membelakanginya. Gadis itu menyandarkan tubuhnya pada tembok di sampingnya. Ia yakin itu Jessica. Ia pun menghela nafas lega lalu menutup pintu di belakangnya dengan hati-hati.

Pelan-pelan, Donghae menghampiri gadis itu dan duduk di sampingnya. Ia sedikit heran tidak mendapat respons apa pun dari gadis di sampingnya. Ia menoleh dan mendapati kelopak mata Jessica tertutup rapat. Nafasnya teratur, cukup menunjukkan bahwa gadis itu tertidur. Dilambaikannya tangannya di hadapan gadis itu, namun tak ada reaksi berarti. Gadis itu benar-benar terlelap.

Donghae tersenyum kecil lalu memindahkan posisi tidur Jessica. Pelan-pelan ia menaruh kepala Jessica agar bersandar di bahunya. Lalu ia pun menyandarkan kepalanya di atas kepala Jessica. Sedang tangannya melingkar di pinggang ramping gadis itu, menyangganya. Detik berikutnya, ia ikut menutup kedua matanya dan tidur bersama Jessica, tanpa menghiraukan bel sekolah yang berbunyi menandakan waktu istirahat telah berakhir.

Mereka tetap bertahan dalam posisi seperti itu. Bahkan tidak satu pun dari mereka yang terbangun ketika bel sekolah kembali berbunyi, menandakan jam pelajaran telah berakhir. Dengan kata lain, sekolah telah usai.

*

Jessica membuka kedua matanya ketika merasakan sinar matahari menyilaukan matanya melalui celah kelopak matanya. Ia menutupi wajahnya dengan kedua tangannya. Tubuhnya terasa sedikit pegal. Selain itu, ia merasa ada beban yang cukup berat di atas kepalanya serta sesuatu melingkari pinggangnya. Ia melirik ke arah pinggangnya dan mendapati sebuah lengan kokoh melingkarinya. Keningnya berkerut lalu ia mecoba mendongak untuk melihat siapa orang yang merangkulnya, tapi nihil. Ia hanya bisa mencium bau parfum yang ia yakini adalah parfum Donghae.

Gadis itu menyodok perut Donghae dengan sikunya pelan, mencoba membangunkannya.

“Donghae~” panggilnya.

Donghae bergerak sedikit, namun tidak menunjukkan bahwa ia telah bangun.

“Donghae-ya!” seru Jessica lagi lebih keras, berharap Donghae segera bangun.

Namun bukannya bangun, Donghae justru berubah posisi. Tangannya yang lain kini ikut merangkul Jessica, menganggap gadis itu sebuah guling. Jessica yang kaget, terjatuh ke lantai dengan Donghae di atasnya yang masih tertidur.

“Lee Donghae!!!” jerit Jessica tepat di telinga pria itu.

“Mmmh~” erang Donghae justru memeluk Jessica semakin erat.

Jessica pun berusaha melepas tangan Donghae hingga akhirnya pria itu terbangun. Donghae yang kaget melihat Jessica tepat di depannya hanya menopang tubuhnya dengan kedua lengannya, menatap Jessica yang berada di bawahnya. Jessica balas menatapnya dingin. Ia mengerutkan keningnya.

“Sica? Apa yang kau lakukan?” tanya Donghae bingung.

“Seharusnya, aku yang bertanya padamu! Apa yang kau lakukan padaku??” balas gadis itu dengan nada sinis lalu mendorong Donghae agar bangun. Ia duduk bersila menatap Donghae tajam.

“Aku? Tidur denganmu. Memang apa yang salah?” tanya Donghae lagi. Jessica memutar bola matanya.

“Kau tidur seperti beruang kutub!” gerutu gadis itu.

“Setidaknya, itu masih lebih baik daripada tidur seperti orang mati,” komentar Donghae. Ia berpikir sejenak, “Sica?”

“Ne?”

“Ini..” ia melirik pergelangan tangannya untuk melihat jam tangannya, “Jam 3 sore. Kau.. tidak pulang?” tanya Donghae.

“Kau sendiri?”

“Jangan bilang kau menghindari eommamu,” gumam Donghae tanpa menghiraukan pertanyaan gadis itu. Jessica menatap Donghae dingin.

“Tapi eommamu akan mencarimu..” protes Donghae lagi.

“Ia sering melupakanku,” sanggah Jessica ketus.

“Tapi Krystal..”

“Hanya Krystal yang peduli. Aku bisa menelponnya dan mengatakan aku baik-baik saja,” potong gadis itu lagi.

“Tapi tetap saja Krystal akan khawatir, Sica,” protes Donghae lagi.

“Kalau begitu kau saja yang pulang dan menjadi oppanya Krystal,” ketus Jessica.

“Sica..” panggil Donghae, “Cobalah dekati eommamu..”

“Dia bukan eommaku,” potong Jessica dingin.

“Tapi kamu harus mencoba akur dengannya. Mau tidak mau,” protes Donghae.

“Berapa kali aku mencobanya, Donghae? Berkali-kali! Kamu tahu apa reaksinya? Mengacuhkanku!” jerit Jessica.

“Oke. Aku tidak memaksamu untuk mendekatinya, tapi setidaknya, pulanglah,” mohon Donghae. Jessica hanya membuang muka.

“Sica.. kamu mau tinggal di mana kalau kamu tidak pulang?” tanya Donghae lembut.

“Aku bisa tidur di mana saja,” gumam Jessica.

Donghae menggelengkan kepalanya kecil. Terkadang, Jessica benar-benar seperti anak kecil bila tidak menyukai sesuatu.

“Kamu perempuan, Sica,”

Jessica tidak memperdulikan perkataan Donghae. Ia justru berjalan menjauh. Donghae yang merasa kesal, menghampiri Jessica lalu menggendongnya di bahunya.

“KYAAAA~! Lee Donghae! Lepaskan akuuuuuuu~!!!” teriak Jessica sambil memukul punggung Donghae.

“Tidak mau! Kau harus pulang,” balas Donghae lalu membawa Jessica pulang.

*

“See? Aku sudah sampai depan rumah. Sana pulang!” usir Jessica sambil mengibaskan telapak tangannya di hadapan Donghae.

“Tidak, sampai kau masuk ke dalam rumahmu,” tolak Donghae lalu melipat tangannya di depan dada.

Jessica mendengus kesal namun tetap bertahan di depan gerbang rumahnya. Donghae hanya menghela nafas panjang.

“Ayo masuk,” suruh Donghae tapi Jessica tak bergeming.

Dengan kesal, Donghae mendorong Jessica memasuki pekarangan rumah gadis itu. Walaupun Jessica berusaha menolak, tenaga Donghae lebih besar. Bahkan Donghae sempat berniat membopongnya andai saja Jessica tidak segera berlari memasuki rumahnya.

“Lihat? Aku sudah masuk rumah!” seru Jessica kesal dari ambang pintu rumahnya. Ia menatap Donghae garang dengan bibir mengerucut sementara Donghae tertawa keras melihat ekspresi Jessica.

“Sica? Sudah pulang?” tanya sebuah suara mengagetkan Jessica.

Gadis itu berbalik dan mendapati eomma tirinya memasuki ruang tamu. Tiba-tiba saja Jessica merasa kaku. Donghae yang mendengar suara seseorang dari dalam segera mendekati Jessica dan berdiri di belakang gadis itu. Ia tersenyum lebar pada Mrs. Jung.

“Ah, ada Donghae. Lama tidak bertemu, Donghae-ya,” sapa Mrs. Jung lembut.

“Ne, eommanim. Apa kabar?” tanya Donghae berbasa-basi, masih mengembangkan senyum lebarnya.

“Baik. Sepertinya kamu baik-baik saja,” jawab Mrs. Jung.

Donghae mengangguk-angguk dengan riang sementara Jessica masih berdiri mematung.

“Kalian sudah makan? Eomma masak banyak hari ini,” tawar Mrs. Jung.

Donghae membuka mulutnya ingin menjawab namun dipotong oleh Jessica, “Anni, eomma, kami sudah makan tadi. Iya, kan, Donghae?”

“Tapi aku masih lapar!” protes Donghae membuat Jessica melayangkan tatapan membunuh padanya tapi ia tak menghiraukannya.

Mrs. Jung tersenyum kecil, ia merasakan sedikit déjà vu. Hanya saja, ia dulu melakukannya dengan terpaksa untuk sang suami. Namun sekarang, ia melakukannya dengan tulus.

“Kalau begitu, ayo makan lagi,” ajak Mrs. Jung.

“Ne, eommanim!” seru Donghae bersemangat, “Ayo Sica!” ajaknya lalu menarik Jessica mengikuti Mrs. Jung menuju ruang makan.

Mrs. Jung yang terlebih dulu sampai di meja makan, membuka tudung saji. Banyak sekali makanan yang tersaji di sana yang mampu mengundang selera makan siapa pun. Donghae terlihat girang sekali namun Jessica tetap tanpa ekspresi, seolah menyatakan bahwa ia tidak berminat sama sekali.

“Ayo duduk, kita makan bersama,” ajak Mrs. Jung.

Dengan segera Donghae duduk di kursi, namun ketika melihat Jessica masih berdiri mematung, ia kembali berdiri dan mendudukkan Jessica di kursi di depannya. Mrs. Jung tersenyum kecil melihat tingkah Donghae. Namun disisi lain, ia semakin merasa bersalah pada Jessica. Ia merasa seperti ada dinding tebal yang memisahkan mereka walaupun gadis itu berada di sampingnya.

“Kau mau makan apa, Donghae?” tanya Mrs. Jung lalu menyerahkan piring berisi nasi pada Donghae.

“Aku bingung, eommanim, masakan eommanim sepertinya enak semua!” seru Donghae sambil menerima piring itu, membuat Mrs. Jung tertawa.

“Ayo sayang, makan yang banyak,” ujar Mrs. Jung lalu menyerahkan piring berisi nasi pada Jessica.

Gadis itu menatap Mrs. Jung kaget, sementara Mrs. Jung tersenyum lembut padanya. Donghae tersenyum lebar lalu mengerling pada Jessica.

“N-ne,” jawab Jessica lalu mengambil piring di tangan eommanya.

“Waaa~ mahita(mashita)!” seru Donghae tidak jelas, ia masih menyimpan makanan dalam mulutnya, membuat Mrs. Jung kembali tertawa.

“Aigo Donghae, telan dulu makananmu. Jangan sambil berbicara,” seru Mrs. Jung.

“Menjijikkan,” komentar Jessica sambil menyendokkan sup kaki kambing ke piringnya.

Donghae menelan makanannya lalu menjulurkan lidah pada Jessica untuk balasan komentar gadis itu. Jessica pura-pura tidak melihat dengan membuang mukanya. Mrs. Jung kembali tertawa melihat tingkah keduanya.

“Sudah, sudah. Kalian ini benar-benar seperti anak kecil! Sulit dipercaya kalian sudah SMA,” ujar Mrs. Jung.

“Sica yang mulai, eommanim~” adu Donghae. Jessica mendelik padanya dengan kesal sementara Donghae kembali merong(menjulurkan lidah).

“Aigo~ sudah, makan dulu. Kalian ini,” gumam Mrs. Jung masih sedikit tertawa.

“Sica, bagaimana keadaanmu? Sudah membaik?” tanya Mrs. Jung sambil menatap Jessica lembut.

Jessica balas menatap eommanya dengan polos, “A-aku.. baik,” gagapnya.

Mrs. Jung tersenyum lalu mengulurkan tangannya untuk membelai pipi Jessica. Gadis itu mematung, ia merasa bingung sekaligus senang. Ia tidak tahu harus apa. Haruskah ia tersenyum atau justru menangis. Tatapannya kosong.

“Mianhae, Sica-ya,” gumam Mrs. Jung.

“A-anni, eomma. Mianhae, Sica yang salah,” sanggah gadis itu.

Mrs. Jung tersenyum lalu menggeleng, “Eomma yang salah. Seharusnya eomma mendengarkanmu,”

Tanpa bisa dibendung, air mata Jessica menuruni kedua pipinya. Ia menangis haru. Mrs. Jung segera mengusap air mata Jessica dengan jemarinya.

“Aigo, eomma sudah membuatmu menangis. Mian, sayang,” panik Mrs. Jung lalu menarik tangannya, namun Jessica segera menahannya.

“Anni, eomma. Sica.. senang,” gugup gadis itu.

Donghae yang melihat pemandangan di depannya, tersenyum lebar. Pandangannya mengabur oleh air matanya yang menggenang, tapi ia segera mengusapnya.

“Sica senang, eommanim. Ia menangis bahagia,” lirih Donghae tapi cukup terdengar oleh Mrs. Jung dan Jessica.

“Jeongmal?” tanya Mrs. Jung menatap Donghae. Tangannya masih digenggam erat oleh Jessica.

“Ne,” jawab Donghae yakin.

Mrs. Jung berdiri dari duduknya lalu mendekati Jessica dan memeluknya. Gadis itu balas memeluk eommanya. Ini pertama kalinya ia merasakan hangatnya pelukan seorang ibu. Ia kembali terisak dalam pelukan eommanya. Ia semakin mengeratkan pelukannya pada sang eomma.

Donghae melihat pemandangan di hadapannya dengan senyum lebar, hatinya tersentuh. Kali ini, ia membiarkan air matanya turun. Tidak sia-sia usahanya membuat hubungan Jessica dengan eomma tirinya membaik. Dari sudut matanya, ia menangkap bayangan Krystal dari ambang pintu kamarnya. Dihampirinya Krystal dan menariknya mendekati eomma dan unnie gadis itu.

“Eommanin,” panggil Donghae membuat Mrs. Jung menoleh padanya.

Mrs. Jung yang melihat anak bungsunya berdiri di samping Donghae segera melambai padanya, memintanya mendekat, “Kemari, sayang,”

Donghae menuntun Krystal mendekati Mrs. Jung dan Jessica yang langsung menariknya untuk berpelukan bersama. Ketiganya menangis bahagia.

“Donghae, kemarilah,” panggil Mrs. Jung sambil melambai.

Donghae mendekat dan ikut memeluk Jessica dan Krystal.

“Eomma sayang pada kalian. Eomma cinta kalian semua,” ucap Mrs. Jung. Suaranya pecah bersama tangisnya.

Mrs. Jung lalu mengecup puncak kepala Jessica, Krystal, dan Donghae dengan sayang, “Gomawo, Donghae-ya,”

“Anni, eommanim, seharusnya Donghae yang bilang gomawo. Gomawo, eommanim,” seru Donghae dengan terharu.

=FIN=

Gimana? Boring, eh? Hehehe.
Maaf yah kalo banyak typo, males ngedit sih /plak XDD

Hope you like it deh.
Thanks for reading 😀

  1. 4 Maret 2011 pukul 12:27 pm

    uwoo… aq terharu :’)
    ampe brkaca-kaca mataku baca nie FF,,
    feelny berasa bgd chingu 🙂
    aku suka d^^b

    • 6 Maret 2011 pukul 1:11 am

      ehehehe? beneran? padahal aq buatnya ngerasa boring. hehe <— author gila XD

      ehehehehehe. thanks chingu udah baca and comment 😀

  2. 5 Maret 2011 pukul 12:27 am

    wah,,disini donghae penyayang bgt yaah…
    go0d oppa deh…!hhe

    ok,chingu..crita icefishy lainnya dtunggu loh…

    • 6 Maret 2011 pukul 1:13 am

      iya. kan Donghae udah ngerasa Sica separuh dirinya <—- author senyum2 geje X3333

      hehehe. pasti bakal buat lagi. udah baca yg lainnya? 😀

      thanks udah mampir, baca, sama komen ya, chingu 😀

  3. Kim_ikKa s♥ne Yulsic
    5 Maret 2011 pukul 11:46 am

    sad bgd sich?!
    hiks. hiks .
    bnr2 bikin naggis .
    bagus bgt chingu crt na .
    seneng na d sni byk hasica d sni .
    mna mereka so sweet gt .

    • 6 Maret 2011 pukul 1:22 am

      ehehehe. koq pada bilang sedih ya? aq nulisnya bener2 ngerasa boring lho~ (kec HaeSica mommentnya) wkwkwk XDD

      makasih, makasih. makasih udah baca dan komen 😀

  4. 6 Maret 2011 pukul 4:51 pm

    *lemparbomkewinda*
    tanggung jawab neng bikin nangis an.ak orang! *tunjuk komen diatas* xD
    HAESICA! HAESICA! HAESICA! *demo barengan orang mesir* /plakk
    itu kok belum pacaran haesicanya? Buruan jadian! Aku mau minta pejeeee sama unnie (?)
    ikanmokpo! Romantis banget kamu nak.. *kasih donghae lollipop*

    • 6 Maret 2011 pukul 8:25 pm

      *ngumpetdiketekHae*digusurSica* XD
      ampuuuuuunnn~~~ saya kan tak bermaksuuuud~
      *ngumpetdibelakangShindong*diusirNarigangguorang* X3

      buset dah demo haesica. mending demo turunin harga bensin yok!? (?) /dibuang XD
      mereka tak perlu perjanjian mengikat seperti itu~
      asal tau hati satu sama lain adalah milik mereka dan tetap selalu bersama, itu sudah cukup
      *duh bahasaku* XDDDDDDD

      giliran si ikan dibaekin, aye dibom.
      ntar aye yang dibaekin, si ikan dibuang ke habitatnya.
      kita tidak berjodoh Hae (~ToT)~
      *lari kejar Hae*Hae lari ke pelukan Sica* loool XD

      thanks ya beb udah baca and comment<3 😀

  5. raa
    7 Maret 2011 pukul 10:48 pm

    bgus bgt crtanya *dg mata b’kaca2..
    ikt peluk haesica,
    hha.. 😀

    • 15 Maret 2011 pukul 2:19 am

      makasih. aduuh aq bikin anak orang nangis lagi XD
      makasih ya udah baca dan komen 😀

  6. gorjess_spazzer
    2 April 2011 pukul 5:06 pm

    ennie oppa ku… Knpa gk pcran z’?
    Ikan tdur d’kmar eonnie ku’? Satu kasur?? Satu selimut?? TANGGUNG JAWAB!!!*d’gtok ikan*
    ya ampuun ikaann… Kmu d’ktaen eonnie ku tdur sprti bruang ktub.. Hahaha… Tpi,, knpa kmu ngtaen eonnie ku tdur sprti org mati?? Gk bkln qu trima jdi kk iparku*d’baek2in Jaemma/d’plototin ikan*plakkk.. Hahaha… Bnyk2 z chingu buat ff HaeSica… Aku suka..
    Ku ksih triple thumbs dc eon……… n,n

    • 6 April 2011 pukul 2:25 pm

      hahaha. kan cuma temenan. toh mereka ga ngapa2in. wkwkwk XD

      lah. kan emg Sica kalo tidur susah dibangunin. mau dilempar dari kasur juga ga bangun ._. /lebay /authordisepakSica XDD

      ehehehhe. makasihmakasih 😀

  7. 15 Juni 2011 pukul 12:27 pm

    sedih bangeet, aku bacanya sambil berkaca kaca matanya.
    bagus nih unn^^
    FFmu keren keren!

  8. Siti JoJo Sunny
    2 Agustus 2011 pukul 9:08 pm

    wah haepa dirimu dwsa skaleee d sini.
    q ska q ska HaeSica^^

  9. 25 Februari 2012 pukul 5:51 pm

    uwaaa ….
    sedih bangett cerita’a~~~ …
    aq sampe nangis baca’a ..
    huhuhu
    cukup kagett juga mengetahui kalau mrs. jung bukan omma kandung sica onnie …
    untung krystal ngingetin omma’a ….
    #anak yang baik *elus rambut krystal*
    ending’a bagus, aq suka …
    nice !

  10. AliyaGorjesspazer
    27 Maret 2013 pukul 3:41 pm

    huahh,,Terharruuu :’)
    donghae oppaaa,,kau memang yang terbaikkk.. Suka sma ceritanyaaaa ^^
    #Ditunggu FF mu yg lainnya Thorrr..
    Hwaiting 😉

  11. Muthia
    29 Mei 2013 pukul 2:24 pm

    Mengharukan…;(

  12. vankaka
    1 September 2013 pukul 12:37 pm

    aaargh!! keren!!

  1. No trackbacks yet.

Tinggalkan Balasan ke whyenda arinka Batalkan balasan